Selasa, 04 Desember 2012

Sejarah Perkembangan Global Seni Rupa Ditinjau dari Tingkat Kebutuhan


ABSTRAK
         Seni rupa merupakan salah satu hasil budaya manusia sejak zaman prasejarah hingga sekarang abad ke 21. Manusia lahir ke dunia berusaha untuk mempertahankan hidup dengan cara memenuhi segala kebutuhannya. Tingkat kebutuhan itu berkembang bertahap seiring perkembangan pola pikir dan tantangan kehidupan. Semakin berkembang pola pikir manusia dan semakin banyaknya tantangan, semakin berkembang pula tingkat kebutuhan tersebut. Semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi dapat pula mempengaruhi perkembangan Seni Rupa.
         Tulisan ini berisi uraian global perkembangan seni ditinjau dari tingkat kebutuhan manusia dari zaman prasejarah hingga zaman modern. Mulai dari seni rupa pada Zaman Purba, Zaman Klasik, Zaman Nasrani, Zaman Islam, dan Zaman Modern di seluruh dunia dibahas secara garis besar.
Akar dari diciptakannya karya seni, sebenarnya dari tuntutan kebutuhan manusia. Perkembangan tuntutan kebutuhan dari mulai kebutuhan tingkat dasar (primer), sekunder, dan tersier baik yang bersifat jasmani dan rohani, yang menentukan corak, gaya, jenis dari seni rupa yang diciptakannya.
Kata-kata kunci: Kebutuhan, kepercayaan, primer, ekspresi, kemewahan.

                                                              PENDAHULUAN
            Pemahaman tentang seni rupa pada zaman sekarang bervariasi sesuai dengan latar belakang dari seseorang, dan memahami seni memang otoritas dan masing-masing, tergantung dari sudut kacamata manusia memandang. Pengertian seni yang selalu berkembang dan elastis itu terkadang membuat kita bingung dan ketidak pastian dalam memahami seni. Bahkan disebabkan sangat dekat dan akrabnya bidang seni rupa ini dengan kita, kita semakin tidak mengenalinya.
            Tulisan ini sebagai bahan masukan dalam mengenal bidang seni rupa yang sebenarnya sudah berkembang sangat kompleks.
             Bisa digaris bawahi untuk meletakkan dasar dalam mengenal seni rupa, yaitu tentang pengertian seni rupa itu sendiri. Dalam arti yang luas seni rupa merupakan hasil cipta karya manusia yang dapat dilihat oleh manusia.
            Terkadang masyarakat awam galau dan tidak jelas memahami, mana seni rupa dan yang bukan seni rupa. Padahal seni rupa itu lahir sejak manusia itu butuh makan, tidur, pakaian, perhiasan, kepercayaan, yang menjadi kebutuhan manusia sejak zaman prasejarah. Disitu diciptakan karya seni sebagai alat dan media serta sarana dalam rangka memenuhi kebutuhan.
           Pembahasan perkembangan seni rupa dalam tulisan ini hanya bersifat global dan tidak mendetail. Jadi, setiap yang membaca tulisan ini akan terpancing untuk bertanya tentang ruang lingkup seni rupa secara lengkap, lebih jauh dan lebih mendalam. Seni rupa yang dibahas adalah tentang sejarah perkembangan ditinjau dari sudut kebutuhan manusia. Sebenarnya seni rupa dapat dipandang dalam berbagai sudut pandang dan berbagai disiplin ilmu, dengan kesimpulan hasil yang beragam sesuai dengan konteks pembahasannya, dan sudut pandang disiplin ilmu masing-masing.
                                       
                                                         URAIAN BAHASAN


I. PERKEMBANGAN SENI RUPA KETIKA ZAMAN PRASEJARAH

          Manusia pada zaman prasejarah mengalami 5 masa tahapan perkembangan Seni Rupa berdasarkan dari tingkat kebutuhannya. Tahap-tahap perkembangan ini mewarnai tahapan perkembangan zaman, sehingga para ahli sejarah menggolongkan 5 zaman yang dialami oleh manusia prasejarah. Lima tahapan perkembangan itu yaitu Zaman Batu Tua (Paleotilikum), Zaman Batu Tengah (Mesotilikum), Zaman Batu Muda (Neolitikum), Zaman Batu Besar (Megalitikum), dan Zaman Logam (Zaman Perunggu). Penggolongan zaman tersebut didasari atas jenis bahan karya seni rupa yang dihasilkan.

1. Zaman Paleotilikum (Zaman Batu Tua)
    Pada zaman Paleotilikum ini manusia baru mengalami kehidupan awal. Mereka hidup secara berpindah-pindah (nomanden). Mereka belum memiliki pola pikir bagaimana membuat rumah. Mereka tinggal dari gua yang satu berpindah ke gua yang lainnya. Kehidupan mereka masih sangat sederhana, sehingga kebutuhan mereka pun sangat sederhana, yaitu baru memenuhi kebutuhan pangan, sedangkan papan, mereka sudah memiliki gua sehingga belum perlu membuat rumah. Pakaian pun mereka belum kenal, jadi belum membuat pakaian.
     Cara memenuhi kebutuhan makan yang paling sederhana, dengan cara mengambil makanan langsung dari alam dengan tangan dan di bantu dengan alat yang sederhana, yang ada di sekitar mereka, seperti batu, ranting kayu, dan bambu.
      Seni rupa yang mereka ciptakan pada saat itu adalah benda-benda seperti batu kecil yang runcing secara alami, ranting, bambu, dan kayu yang belum diolah (diasah). Mereka pergunakan sebagai alat bantu mengambil umbi-umbian dan buah-buahan. Jadi pada saat itu seni rupa yang dihasilkan adalah peralatan sederhana yang belum diolah.

2. Perkembangan Seni Rupa Pada Zaman Batu Pertengahan (Mesolitikum)
    Ketika masa kedua ini, pola pikir dan tantangan kehidupan mulai berkembang. Tantangan kehidupan muncul dikarenakan tidak semua buah-buahan dan umbi-umbian
dapat diambil dengan peralatan sederhana. Mereka mulai berpikir untuk meruncingkan (mengasah) serpihan batu dan meruncingkan ranting kayu dan bambu, tujuannya agar dapat mempermudah mengambil makanan umbi-umbian dan buah-buahan. Tahap pertama, peralatan itu tanpa diberi tangkai, kemudian untuk mempermudah cara menggunakannya. Akhirnya peralatan itu diberi tangkai (alat pemegang).
    Pada masa itu diciptakan pula tombak dari batu, dan dari tulang yang berfungsi untuk berburu binatang. Jadi masa berburu ini menghasilkan seni rupa baru yaitu tombak dengan kapak batu yang tetap diolah dengan diruncingkan dan diberi tangkai.
Hidup itu tidak abadi, dari mereka ada yang mati setelah tua, mati pada usia muda, anak-anak bahkan baru lahir pun mati. Jalan kematian pun bermacam-macam, ada yang mati karena usia lanjut, karena sakit atau karena kecelakaan. Peristiwa kematian dari anggota keluarga tersebut merupakan jenis tantangan baru, maka mereka berfikir bahwa di alam ini tidak abadi, dan semua akan mati. Penyebab kematian itu dianggap sebagai kekuatan diatas kekuatan manusia. Maka penyebab kematian seperti angin topan, petir, sungai, memiliki kekuatan yang dahsyat, akhirnya mereka berusaha mengagungkan kekuatan-kekuatan alam itu dengan saji-sajian dan mantra-mantra penolak bala. 
     Ketika tidur, mereka juga bermimpi. Dapat bermimpi berjumpa dengan orang-orang yang telah mati, maka mereka tumbuh kepercayaan bahwa mati hanya jasadnya, sedangkan arwahnya tidak mati. Maka mereka mengadakan ritual penghormatan kepada roh-roh yang telah mati. Ritual itu lama-lama menjadi kebutuhan, mereka tidak puas apabila tidak menjalankan ritual.
     Upacara ritual penghormatan kepada roh-roh nenek moyang yang telah meninggal menghasilkan karya seni rupa yaitu lukisan dinding gua (cave painting), upacara ritual itu berkembang setelah tumbuhnya kepercayan pada roh-roh termasuk roh binatang. Percaya kepada roh binatang ini melahirkan karya seni rupa lukisan dengan tema perburuan.
    Bahakan baru timbulnya kebutuhan batin yaitu pemujaan terhadap roh-roh ini sebagai salah satu momentum lahirnya karya - karya seni lukis yang hidup dan berkembang hingga zaman modern sekarang ini.
Upacara ritual pemujaan terhadap roh-roh itu dilaksanakan dengan ritual melukis pada dinding gua dengan tema-tema kematian {death magic). Lukisan ini berbentuk
lukisan abstrak tanpa bentuk seperti benda yang ada di alam dunia, karena roh itu tidak dapat dilihat (abstrak) atau halus (roh halus), maka lukisan yang bertema roh dengan objek lukisan abstrak. Biasanya hanya berbentuk semprotan paduan warna. Berbeda dengan lukisan tema perburuan, sebelum berangkat berburu mereka mengadakan upacara perburuan yaitu ritual melukis binatng yang akan diburu. Mereka percaya apabila binatang yang ingin diburu dilukis dan lukisan itu ditombak maka, kelak akan mendapat binatang buruan seperti binatang yang dilukiskan. Jadi lukisan tema perburuan ini berbentuk realis (persis sama dengan bentuk binatang yang diinginkan). Bila ingin berburu jenis binatang Bison, maka digambarkan bison itu dan ditombak. Ada sebagian para ahli sejarah berpendapat bahwa dalam ritual menombak, lukisan gua itu berkaitan dengan kepercayaan magic, apabila lukisan tersebut ditombak mengeluarkan darah, maka ketika berburu binatang tersebut akan berdarah (didapatkan) sebaliknya apabila meleset ditombak maka akan gagal dalam berburu.
        Kebutuhan memakan daging selain umbi-umbian dan buah-buahan melahirkan jenis seni rupa baru yaitu lukisan gua. Demikian juga kebutuhan rohani pemujaan kepada arwah yang terlebih dahulu melahirkan seni lukis gua dalam tema perburuan.
       Pada zaman batu pertengahan ini manusia memiliki perkembangan kebutuhan yang meningkat, yaitu kebutuhan rohani kepercayan dan kebutuhan magic, bukan sekedar kebutuhan makan saja, sehingga timbul selain seni rupa yang berupa peralatan sehari-hari, lahir pula seni lukis.
Ketika berburu mereka berlari mengejar binatang buruan di hutan yang penuh dengan rumput ilalang dan ranting pohon, maka acap kali terkena tusukan ilalang dan duri. Bagian kulit yang paling rawan sensitif terkena benda lain adalah kemaluan, maka mereka berusaha melindungi kemaluannya dengan alat sederhana (pakaian sederhana). Kebutuhan bertambah yaitu pakaian, maka lahirlah seni rupa pakaian yang berupa kulit kayu dan kulit binatang sebagai penutup kemaluan, yang berkembang menjadi koteka.
Jadi pada Zaman Mesolitikum itu manusia sudah memiliki 4 kebutuhan yaitu papan (gua), pangan (umbi-umbian,buah-buahan dan daging, pakaian sederhana penutup aurat), dan terakhir kebutuhan rohani (kepercayaan) kepada roh-roh halus dan roh-roh binatang.
       Jenis-jenis kebutuhan diatas melatar belakangi lahirnya jenis-jenis seni rupa, yaitu seni kria peralatan sehari-hari untuk mengambil dari berburu, kain pakaian sederhan terbuat dari kulit kayu atau binatang, serta lahirnya seni lukis gua atau (cave painting).

3. Perkembangan Seni Rupa Pada Zaman Batu Muda (Neolitikum)
    Pada Zaman Batu Muda ini manusia dituntut untuk mengatasi tantangan hidup yang lebih keras, disebabkan karena semakin berkembangnya populasi manusia dan semakin bersaing dalam mencari makanan. Tantangan persaingan dalam memenuhi kebutuhan maka tumbuh pemikiran baru untuk menciptakan peralatan yang lebih tepat dan lebih efektif . Supaya cepat dalam menombak binatang maka diperlukan tombak yang tajam, maka tombak yang pada awalnya kurang tajam diasah menjadi halus dan tajam.
    Lahirlah seni rupa dengan bahan batu yang telah di perbaharui dengan cara diasah sampai runcing yang digunakn sebagai mata tombak, kapak, dan alat pisau pencukil. Seni lukis pada zaman batu muda ini mengalami perkembangan yang pesat. Mereka melukiskan binatang buruan lebih tampak ekspresif, realis dan dinamis. Binatang tampak sedang jalan, lari atau kesakitan terkena mata tombak dapat dilukiskan secara tepat. Tidak seperti pada Zaman Batu Pertengahan dan Batu Muda, lukisan belum ekspresif dan kaku. Dimensi volume pun dalam lukisan mulai tampak sehingga kesan tiga dimensi tercapai (kesan realis lebih menonjol). Lukisan benar-benar mirip dan hidup.
Contoh Lukisan Prasejarah Zaman Batu Tua
Tampak lukisannya kaku, tidak ekspresif, dan tidak mengesankan tiga dimensi (volume).
Contoh Lukisan Zaman Batu Muda
Tampak lebih realis, ekspresif, dan hidup (dinamis), berkesan volume (tiga dimensi menonjol).

4. Perkembangan Seni Rupa Pada Zaman Batu Besar (Megalitikum)
    Pada zaman batu besar ini ditandai dengan kebutuhan mereka dalam menggunakan bahan batu sebagai menhir (tugu batu), dolmen (makam batu), tahta batu, sarkofagus, dan patung, dalam ukiran batu yang besar, sehingga dikatakan sebagai zaman batu besar.
    Kebutuhan zaman itu lebih meningkat karena adanya tantangan baru. Tantangan pertama yaitu mereka sudah memiliki populasi yang padat, karena pertambahan keturunan, sehingga membutuhkan tempat tinggal yang lebih luas dan lebih banyak, sedangkan gua jumlahnya tetap dan tidak bisa diperlebar. Muncul pemikiran untuk mencari alternatif bentuk tampat tinggal baru yaitu rumah, maka dibangunlah rumah-rumah sederhana, dalam bentuk rumah rakit, rumah pohon dan rumah panggung.
    Tantangan akibat bertambahnya populasi anggota keluarga dan penduduk lainnya, maka lama kelamaan persediaan m akan an umbi-umbian dan binatang semakin habis. Untuk mengatasi tantangan tersebut yaitu dengan cara bercocok tanam dan berternak..
    Seni rupa yang lahir pada masa tersebut adalah didasari atas kebutuhan kultur kesuburan, yaitu dengan dibuat patung yang ditanam ditengah-tengah kebun agar tanamannya subur. Patung-patung itu menggunakan bahan batu besar, maka disebut Zaman Batu Besar.
    Patung kesuburan itu kebanyakan berwujud seorang wanita, sebab wanita dianggap sebagai pengembang keturunan. Lambang-lambang kesuburan yang dimiliki wanita adalah buah dada, pinggul, dan paha. Maka patung yang dibuat lebih menonjolkan bagian tersebut. Lihat contoh gambar patung kesuburan dibawah ini.
(Patung Dewi Kesuburan Venus Willendorf)
     Patung diatas menonjolkan seorang wanita gendut (subur) dengan menonjolkan anngota tubuh yang memiliki kesuburan.
      Zaman batu besar ini pun didesak kebutuhan kepercayaan terhadap para arwah yang telah berada diatas (langit). Setiap saat mereka memberi berkah kepada yang hidup, dengan jalan turun dari langit melalui tempat-tempat yang tinggi yaitu gunung, dan pohon yang tinggi. Sebagai jalan para roh kedunia maka mereka membuat tiruan pohon atau gunung dengan bahan batu (menhir), mka lahirlah bangunan menhir (tugu batu). Selain itu mereka juga mengadakan komunikasi dengan para roh, untuk dibuat jalan atau tempat, yaitu tahta batu, punden berundak yang dibuat dari batu disusun meninggi, maka lahirlah seni rupa tempat ibadah tersebut. Bangunan seni rupa jenis lain yaitu didasari tuntunan tempat bersemayam setelah mati atau makam, maka dibuatlah makam peti kubur batu.Baik itu menhir, patung, tahta batu, peti kubur batu, semua dibuat dengan bahan batu yang besar, maka zaman tersebut disebut zaman batu besar.
Selain seni yang menggunakan batu besar, lahir pula seni rupa kria tempat saji-sajian, tempat memasak, tempat makan dan minum, yang terbuat dari bahan tanah liat yang dicetak dan dibakar (tembikar).
Perkembangan seni lukis terjadi akibat majunya peralatan melukis, adanya batu yang diasah lebih tajam sehingga memudahkan membuat goresan pada dinding gua yang berkesan halus dan lincah (ritmis).
Teknik ini disebut " engrafing ". Kelebihan teknik engrafing garis-garis yang dibentuk tahan lama dan ritmis sehingga lukisannya tahan lama dan utuh hingga zaman sekarang.
5. Perkembangan Seni Rupa Zaman Logam
Logam yang pertama adalah perunggu maka disebut pula zaman perunggu. Seni rupa lahir pada zaman ini, karena dituntut adanya kebutuhan peralatan yang lebih tajam, lebih modern, dan adanya kebutuhan keindahan, sehingga lahir seni rupa yang berfungsi untuk perhiasan dan peralatan sehari-hari. Seperti senjata, piling, mangkok, perisai, topi, pakaian, dan perhiasan seperti gelang, kalung, keroncong dan benda perhiasan lainnya.
Sejarah baru lahirnya seni yang berfungsi sebagai benda untuk memenuhi kebutuhan, keindahan / ekspresi keindahan, lahir pada zaman perunggu ini. Seni patung pun dengan bahan logam, maka dibuat patung-patung logam.
Pada zaman logam ini perkembangan seni lukis di gua mulai turun, sebab mereka tidak lagi menggunakan ritual perburuan karena mereka tidak butuh berburu. Mereka telah berternak, walaupun kebiasaan berburu itu tetap dilaksanakan. Gua tidak lagi dipakai sebagai tempat tinggal, sebab mereka telah membuat rumah rakit, pohon dan rumah panggung. Mereka mulai hidup disuatu tempat.
Perkembangan seni rupa berdasarkan kebutuhan pada zaman prasejarah di seluruh dunia hampir mengalami tahapan dan jenis seni rupa yang sama, sebab didukung dari dua faktor dasar yaitu faktor psikologi dan faktor alam. Faktor psikologi bahwa manusia pada perkembangan awalnya memiliki jiwa yang sama (kodrati) dan memiliki sifat yang sama, sehingga mereka menciptakan karya seni yang relatif sama. Kedua adalah faktor alam. Alam pertama yang mereka diami masih asli, ada hutan, gua, pohon, gunung, sungai dan bebatuan. Alam ini sebagai media karya seni rupa tahap awal yang relatif seragam. Faktor penting lainnya adalah kesamaan dalam perkembangan jenis kebutuhan. Diseluruh dunia memiliki tahapan tingkat kebutuhan yang relatif sama, sehingga benda seni yang
diciptakan memiliki fungsi yang sama, yaitu sebagai benda untuk mengambil makanan, berburu dan bercocok tanam, benda untuk upacara ritual pemujaan roh, dan benda kesuburan, pakaian, dan perkembangan berikutnya lahir seni untuk memenuhi kebutuhan, keindahan atau ekspresi.
II. PERKEMBANGAN SENI RUPA PADA ZAMAN KLASIK
Perkembangan seni rupa zaman klasik didasari atas berkembangnya kebutuhan dan kepercayaan. Kepercayaan yang hidup pada zaman prasejarah berkembang pesat pada zaman klasik. Kepercayaan awal pemujaan terhadap arwah (roh nenek moyang) berkembang menjadi kepercayaan kepada para dewa.
Kebutuhan sarana ibadah baik bentuk dewa maupun tempat peribadatan menjadi alasan mereka menciptakan karya seni rupa, berupa kuil, candi, vihara, dan patung-patung perwujudan dari dewa dan dewi, serta piramid.
Didorong oleh perkembangan ilmu dan teknologi, serta ditemukannya bahan logam, menjadikan karya-karya mereka mencapai tahap perkembangan yang dapat mencapai puncak (klasik).
Seni rupa pada zaman klasik ini di seluruh dunia hampir mengalaminya, di Yunani, Romawi, Mesir, India, Mesopotamia, dan Indonesia. Perbedaanya hanya terletak pada waktu.
Bisa diambil Seni Klasik di Mesir dengan didasari pada pemujaan terhadap dewa. Fir'aun sebagai raja yang dipercaya turunan dewa, maka setelah meninggal dipatungkan dalam wujud dewa. Pemujaan terhadap Fir'aun setelah mati bukan sekedar dipatungkan, tetapi juga dibuat mummi (mayat yang diawetkan). Mummi ini didasari atas kepercayaan bahwa manusia setelah mati rohnya akan bersemayam melindungi manusia yang hidup asalkan jasadnya diawetkan. Kebutuhan kepercayaan itulah maka dibuat mummi. Karya seni bentuk lain adalah piramid. Piramid adalah tempat makam Fir'aun. Piramid ini merupakan karya klasik dan monumental.
Pada bagian tempat menyimpan mummi, didalam piramid dibuat kamar (cela): Pada Dinding cela ini digambarkan si mati ketika semasa hidupnya dan kendaraan kapal sebagai kendaran roh si mati menuju nirwana. Karya seni rupa yang lahir adalah relief. Di depan piramid dibangun pintu gerbag (pylon) yang diapit oleh dua tugu (obelix), yang terbuat dari batu utuh dengan ketinggian puluhan meter. Dibelakangnya dibuat patung yang berbadan singa berkepala manusia (sphink), yang mengandung makna simbolis.
Piramid, patung, tugu, dan sphink, serta mummi adalah karya seni rupa yang mencapai tahap klasik (puncak) karya seni rupa mesir. Itu semua didasari oleh kebutuhan kepercayaan.
Contoh lain seni rupa klasik yang lahir di Yunani dan Romawi. Karya seni rupa mereka mencapai klasik sebab menciptakan karya-karya yang monumental seperti kuil, patung dewa dewi, dan tempat olahraga olimpiade.
Karya-karya mereka pun lahir didasari oleh kebutuhan kepercayaan kepada para dewa. Dewa-dewa diciptakan dalam bentuk patung manusia yang sempurna dalam bentuk fisik (idial). Lahirlah patung dewa Zeus, Dewa Appolo, Dewa Olahraga, dan dewa - dewa lainnya dalam bentuk patung yang menggunakan bahan batu, logam dan emas. Ketelitian, keuletan, kesungguhan dalam membuat patung sangat telliti dan tinggi, sehingga melahirkan karya-karya patung yang sempurna (klasik).
Selain patung seni rupa yang didasari kepercayaan terhadap dewa ini berupa sarana ibadah atau kuil. Kuil-kuil ini mencapai tahap klasik sebab didukung oleh tiang-tiang yang indah dan dihiasi dengan patung-patung dewa dan relief yang agung. Karena teknik yang tinggi dan kecermatan yang luar biasa, maka terciptalah kuil-kuil yang monumental (klasik).
Seni klasik yang lahir di Indonesia, didasari oleh kepercayaan agama Hindu dan Budha. Ajaran agama Hindu yang percaya kepada para Dewa melahirkan perwujudan dewa-dewa dalam bentuk patung, dewa syiwa, dan brahma. Raja dianggap sebagai turunan dewa, maka raja biasanya dipatungkan dalam wujud dewa. Tempat pemakaman para raja biasanya dibuatkan bangunan candi asal kata dari Candika (Dewa Kematian). Dinding bangunan candi dihias dengan relief yang berisi ajaran agama. Patung, relief dan candi yang dibangun untuk kebutuhan kepercayaan di Indonesia mencapai tahap klasik dan monumental seperti Candi Prambanan, Borobudur dan Penataran
III. PERKEMBANGAN SENI RUPA PADA ZAMAN NASRANI
Lahimya agama kristen yang percaya terhadap Sang Kristus, maka melahirkan kebutuhan baru yaitu sarana beribadah yang berupa bangunan gereja. Gereja-gereja ini banyak dibangun di seluruh penjuru dunia terutama didunia barat (Eropa dan Amerika) banyak seni rupa bentuk bangunan gereja itu sangat kokoh dan agung. Sarana ibadah berupa patung Yesus Kristus, salah satu patung karya zaman Nasrani. Gereja-gereja selain kokoh dan monumental juga dihiasi dengan hiasan yang indah, yang memenuhi dinding dan langit-langit gereja, teknik lukisan kaca dan kaca patri lahir pada zaman Nasrani ini, selain teknik hias marmer berwarna dengan gaya naturalis yang menghiasi bangunan gereja.
IV. PERKEMBANGAN SENI RUPA PADA ZAMAN ISLAM
Lahirnya agama Islam merubah serta memperkaya hasil-hasil seni rupa di dunia. Lahirnya bangunan masjid, menara masjid dan hiasan kaligrafi, sebagai hasil karya seni yang bernafaskan islam.
Kepercayaan agama Islam yang melarang perwujudan makhluk hidup secara realis dalam karya seni melahirkan corak dan gaya seni yang baru, yaitu corak dekoratif, stilasi, dan abstraksi dalam seni Islam. Bangunan mesjid hampir menyebar ke seluruh penjuru dunia baik di Timur Tengah, Eropa (Spanyol), dan negara-negara Asia.
Kemajuan seni lukis dan permadani, serta seni miniatur yang bergaya dekoratif berkembang pesat, motif-motif geometris, arabeska, motif awan, flora dan fauna yang di nilai sebagai sumbangan seni Islam yang hidup hingga sekarang. Seni miniatur yang menghiasi benda-benda peralatan sehari-hari. Kitab Al-Qur'an dan sarana ibadah berkembang pesat.
V. PERKEMBANGAN SENI RUPA PADA ZAMAN MODERN
Tingkat kebutuhan zaman modern ini semakin kompleks, sehingga karya seni rupa yang diciptakan pada zaman modern pun berkembang pesat dan kompleks, seiring berkembangnya tingkat kebutuhan.
Berkembangnya jenis-jenis kebutuhan, baik kebutuhan lahir dan batin dan kebutuhan dasar (sandang, pangan, papan), maupun kebutuhan kepercayaan berkembang ke tingkat kebutuhan lainnya, seperti hiburan wisata, ekspresi kemewahan dan tingkat kebutuhan tinggi lainnya. Pesatnya tingkat kebutuhan berkembang maka seni rupa yang diciptakan bukan hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan primer, tetapi seni rupa menjadi prestisius dan elit.
Seni berkembang menjadi 2 cabang utama, yaitu seni pakai dan seni murni. Seni pakai adalah jenis seni yang diciptakan untuk menghias atau memperindah benda-benda pakai mulai dari hiasan pada benda-benda pakai sehari-hari, peralatan makan dan minum, kendaraan, hiasan taman, hotel, istana, gedung-gedung, patung-patung hiasan jalan, pakaian serta senjata dan benda-benda pakai lainnya. Seni murni adalah seni rupa yang diciptakan untuk memenuhi kebutuhan ekspresi tanpa ada titipan kebutuhan lainnya seperti lukisan, kria, dan patung yang berfungsi sebagai ekspresi si seniman.
Perkembangan ilmu dan teknologi modern dan ditemukannya teknologi dan bahan baru seperti kertas, kanvas, kain, cat minyak dan berbagai jenis tinta dan pewarna, ikut mendorong pesat dan kayanya perkembangan seni rupa.
Kebutuhan di era informasi dan globalisasi ini, maka seni rupa sebagai ilustrasi dan media komunikasi dalam media cetak dan televisi, dan ilustrasi produk dan promosi, periklanan dalam dunia bisnis.
Tumbuhnya tingkat kebutuhan untuk prestisius, maka seni lukis murni, fotografi dan seni gratis serta seni patung merupakankebutuhan kemewahan.
Kebutuhan rumah dan tempat tinggal bukan hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan primer semata tetapi menjadi kebutuhan kemewahan, sehingga lahir rumah-rumah penduduk kaum borjuis, pejabat negara dan birokrat yang sangat mewah, gedung- gedung bisnis, hotel dan mall menjamur di kota - kota besar sebagai karya seni rupa modern.
Kebutuhan transportasi darat, laut, udara, dan informasi global melalui internet, serta menjamurnya media cetak, ikut memperkaya jenis-jenis seni rupa modern.
KESlMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Bahwa seni rupa itu lahir sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan manusia. Semakin meningkat dan berkembangnya kebutuhan , semakin tumbuh dan berkembang pula seni rupa yang diciptakan.
Timbulnya tantangan baru melahirkan gagasan dan kebutuhan baru maka lahirlah jenis seni rupa yang baru pula.
Kebutuhan manusia dari zaman ke zaman selalu berubah dan berkembang, demikian juga tentang seni, berkembang seiring perkembangan kebutuhan manusia. Perkembangan ilmu dan teknologi mempengaruhi perkembangan dalam bidang seni rupa.
Saran
Tulisan ini hanya membahas secara umum tentang perkembangan seni ditinjau secara dari tingkat kebutuhan manusia, dari zaman ke zaman, dari zaman prasejarah ke zaman modern."
Bagi para ahli dan pakar sejarah seni rupa tulisan ini sebagai ide awal untuk meneliti seni rupa ditinjau dari sudut lainnya.
Bagi para pembaca secara umum tulisan ini, dapat sebagai masukan pengetahuan baru tentang seni rupa, yang ternyata sangat luas dan kompleks, seluas dan sekompleks tuntutan kebutuhan manusia yang berkembang dari zaman ke zaman, jadi seni rupa pun selalu berkembang seiring perkembangan zaman.
DAFTAR PUSTAKA
Cooman, Mikhail, 1978, Manusia Daya, Dahulu, Sekarang, Masa Depan, Gramedia, Jakarta.
David. M, Robb, J. J Garrison, 1963, Art In The Western World, Harper & Row
Publisher, New York. Damais, Louis Charles, 1995, Epigrqfi dan Sejarah Nusantara,
Epeo, Jakarta.
Diekie, George, 197'1, Aestheties An Introduction, Indianapolis, Pegasus.
Josephus Jitta, Dr.A.N. Zadoks, 1967, Antieke Culture, in Beeld, Bussum.
John Mausbridge, 1967, Graphic History of Architecture, B.T.B atsford LTD, London. Klokke, Marijke, 1983, The Tantri Reliefsof Ancient Javanese,
Candi, Kitev Press, Cambridge. Kusnadi, 1978, Seni Rupa Indonesia dan Pembinaannya, Proyek
Pembinaan Kesenian, Depdikbud, Jakarta. Lombard, Denys, 1996, Nusa Jawa : Silang Budaya : Kajian Sejarah Terpadu Bagian I,
Jakarta, Gramedia Pustaka Utama. Mulyono, Sri, 1989, Wayang : Asal-Usul Filsafat dan Masa Depannya, Indayu Press
PT, Jakarta.
Read Herbert, 1972, The Meanig of Art, London, Faber & Faber. Soekmono.R, 1973, Sejarah Kebudayaan Indonesia, Jilid 1,2 dan 3, Yayasan Kanisus, Jakarta.
Soemardjo, Jakob, 1997, Memahami Seni Hand Book, Mata Kuliah Filsafat Seni, Prasejarah ITB.
Sumalyo, Yulianto, 2000, Arsitektur Mesjid dan Monumen Sejarah Muslim, Gajah
Mada Universitity Press. Tabrani, Primoko, Dr, 2000, Bahan Rupa Gambar, Makalah, Seminar FSRD, ITB. Yudoseputro, Wiyoso, 1993, Pengantar Wawasan Seni Budaya, Depdikbud, Jakarta. Yudoseputro, Wiyoso, 1993, Seni Rupa Klasik : Perjalanan Seni Rupa Indonesia dari
Masa Prasejarah Hingga Masa Kini, Panitia Pameran Kias Bandung.
BIODATA
Taswadi, lahir di Jatibarang Kab-Brebes Jawa Tengah pada tanggal 11 Januari 1965. Pendidikan S-2 Seni Murni ITB, Bekerja sebagai Dosen di Jurusan Pendidikan Seni Rupa FPBS-UPI Bandung. Keahlian sebagai Pendidik, Peneliti, Pematung, Kriawan, Pelukis.Sejarah Perkembangan Global Seni Rupa Ditinjau dari Tingkat Kebutuhan
Oleh: Taswadi
ABSTRAK
Seni rupa merupakan salah satu hasil budaya manusia sejak zaman prasejarah hingga sekarang abad ke 21. Manusia lahir ke dunia berusaha untuk mempertahankan hidup dengan cara memenuhi segala kebutuhannya. Tingkat kebutuhan itu berkembang bertahap seiring perkembangan pola pikir dan tantangan kehidupan. Semakin berkembang pola pikir manusia dan semakin banyaknya tantangan, semakin berkembang pula tingkat kebutuhan tersebut. Semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi dapat pula mempengaruhi perkembangan Seni Rupa.
Tulisan ini berisi uraian global perkembangan seni ditinjau dari tingkat kebutuhan manusia dari zaman prasejarah hingga zaman modern. Mulai dari seni rupa pada Zaman Purba, Zaman Klasik, Zaman Nasrani, Zaman Islam, dan Zaman Modern di seluruh dunia dibahas secara garis besar.
Akar dari diciptakannya karya seni, sebenarnya dari tuntutan kebutuhan manusia. Perkembangan tuntutan kebutuhan dari mulai kebutuhan tingkat dasar (primer), sekunder, dan tersier baik yang bersifat jasmani dan rohani, yang menentukan corak, gaya, jenis dari seni rupa yang diciptakannya.
Kata-kata kunci: Kebutuhan, kepercayaan, primer, ekspresi, kemewahan.
PENDAHULUAN
Pemahaman tentang seni rupa pada zaman sekarang bervariasi sesuai dengan latar belakang dari seseorang, dan memahami seni memang otoritas dan masing-masing, tergantung dari sudut kacamata manusia memandang. Pengertian seni yang selalu berkembang dan elastis itu terkadang membuat kita bingung dan ketidak pastian dalam memahami seni. Bahkan disebabkan sangat dekat dan akrabnya bidang seni rupa ini dengan kita, kita semakin tidak mengenalinya.
Tulisan ini sebagai bahan masukan dalam mengenal bidang seni rupa yang sebenarnya sudah berkembang sangat kompleks.
Bisa digaris bawahi untuk meletakkan dasar dalam mengenal seni rupa, yaitu tentang pengertian seni rupa itu sendiri. Dalam arti yang luas seni rupa merupakan hasil cipta karya manusia yang dapat dilihat oleh manusia.
Terkadang masyarakat awam galau dan tidak jelas memahami, mana seni rupa dan yang bukan seni rupa. Padahal seni rupa itu lahir sejak manusia itu butuh makan, tidur, pakaian, perhiasan, kepercayaan, yang menjadi kebutuhan manusia sejak zaman prasejarah. Disitu diciptakan karya seni sebagai alat dan media serta sarana dalam rangka memenuhi kebutuhan.
Pembahasan perkembangan seni rupa dalam tulisan ini hanya bersifat global dan tidak mendetail. Jadi, setiap yang membaca tulisan ini akan terpancing untuk bertanya tentang ruang lingkup seni rupa secara lengkap, lebih jauh dan lebih mendalam. Seni rupa yang dibahas adalah tentang sejarah perkembangan ditinjau dari sudut kebutuhan manusia. Sebenarnya seni rupa dapat dipandang dalam berbagai sudut pandang dan berbagai disiplin ilmu, dengan kesimpulan hasil yang beragam sesuai dengan konteks pembahasannya, dan sudut pandang disiplin ilmu masing-masing.
URAIAN BAHASAN
I. PERKEMBANGAN SENI RUPA KETIKA ZAMAN PRASEJARAH
Manusia pada zaman prasejarah mengalami 5 masa tahapan perkembangan Seni Rupa berdasarkan dari tingkat kebutuhannya. Tahap-tahap perkembangan ini mewarnai tahapan perkembangan zaman, sehingga para ahli sejarah menggolongkan 5 zaman yang dialami oleh manusia prasejarah. Lima tahapan perkembangan itu yaitu Zaman Batu Tua (Paleotilikum), Zaman Batu Tengah (Mesotilikum), Zaman Batu Muda (Neolitikum), Zaman Batu Besar (Megalitikum), dan Zaman Logam (Zaman Perunggu). Penggolongan zaman tersebut didasari atas jenis bahan karya seni rupa yang dihasilkan.
1. Zaman Paleotilikum (Zaman Batu Tua)
Pada zaman Paleotilikum ini manusia baru mengalami kehidupan awal. Mereka hidup secara berpindah-pindah (nomanden). Mereka belum memiliki pola pikir bagaimana membuat rumah. Mereka tinggal dari gua yang satu berpindah ke gua yang lainnya. Kehidupan mereka masih sangat sederhana, sehingga kebutuhan mereka pun sangat sederhana, yaitu baru memenuhi kebutuhan pangan, sedangkan papan, mereka sudah memiliki gua sehingga belum perlu membuat rumah. Pakaian pun mereka belum kenal, jadi belum membuat pakaian.
Cara memenuhi kebutuhan makan yang paling sederhana, dengan cara mengambil makanan langsung dari alam dengan tangan dan di bantu dengan alat yang sederhana, yang ada di sekitar mereka, seperti batu, ranting kayu, dan bambu.
Seni rupa yang mereka ciptakan pada saat itu adalah benda-benda seperti batu kecil yang runcing secara alami, ranting, bambu, dan kayu yang belum diolah (diasah). Mereka pergunakan sebagai alat bantu mengambil umbi-umbian dan buah-buahan. Jadi pada saat itu seni rupa yang dihasilkan adalah peralatan sederhana yang belum diolah.
2. Perkembangan Seni Rupa Pada Zaman Batu Pertengahan (Mesolitikum)
Ketika masa kedua ini, pola pikir dan tantangan kehidupan mulai berkembang. Tantangan kehidupan muncul dikarenakan tidak semua buah-buahan dan umbi-umbian
dapat diambil dengan peralatan sederhana. Mereka mulai berpikir untuk meruncingkan (mengasah) serpihan batu dan meruncingkan ranting kayu dan bambu, tujuannya agar dapat mempermudah mengambil makanan umbi-umbian dan buah-buahan. Tahap pertama, peralatan itu tanpa diberi tangkai, kemudian untuk mempermudah cara menggunakannya. Akhirnya peralatan itu diberi tangkai (alat pemegang).
Pada masa itu diciptakan pula tombak dari batu, dan dari tulang yang berfungsi untuk berburu binatang. Jadi masa berburu ini menghasilkan seni rupa baru yaitu tombak dengan kapak batu yang tetap diolah dengan diruncingkan dan diberi tangkai.
Hidup itu tidak abadi, dari mereka ada yang mati setelah tua, mati pada usia muda, anak-anak bahkan baru lahir pun mati. Jalan kematian pun bermacam-macam, ada yang mati karena usia lanjut, karena sakit atau karena kecelakaan. Peristiwa kematian dari anggota keluarga tersebut merupakan jenis tantangan baru, maka mereka berfikir bahwa di alam ini tidak abadi, dan semua akan mati. Penyebab kematian itu dianggap sebagai kekuatan diatas kekuatan manusia. Maka penyebab kematian seperti angin topan, petir, sungai, memiliki kekuatan yang dahsyat, akhirnya mereka berusaha mengagungkan kekuatan-kekuatan alam itu dengan saji-sajian dan mantra-mantra penolak bala.
Ketika tidur, mereka juga bermimpi. Dapat bermimpi berjumpa dengan orang-orang yang telah mati, maka mereka tumbuh kepercayaan bahwa mati hanya jasadnya, sedangkan arwahnya tidak mati. Maka mereka mengadakan ritual penghormatan kepada roh-roh yang telah mati. Ritual itu lama-lama menjadi kebutuhan, mereka tidak puas apabila tidak menjalankan ritual.
Upacara ritual penghormatan kepada roh-roh nenek moyang yang telah meninggal menghasilkan karya seni rupa yaitu lukisan dinding gua (cave painting), upacara ritual itu berkembang setelah tumbuhnya kepercayan pada roh-roh termasuk roh binatang. Percaya kepada roh binatang ini melahirkan karya seni rupa lukisan dengan tema perburuan.
Bahakan baru timbulnya kebutuhan batin yaitu pemujaan terhadap roh-roh ini sebagai salah satu momentum lahirnya karya - karya seni lukis yang hidup dan berkembang hingga zaman modern sekarang ini.
Upacara ritual pemujaan terhadap roh-roh itu dilaksanakan dengan ritual melukis pada dinding gua dengan tema-tema kematian {death magic). Lukisan ini berbentuk
lukisan abstrak tanpa bentuk seperti benda yang ada di alam dunia, karena roh itu tidak dapat dilihat (abstrak) atau halus (roh halus), maka lukisan yang bertema roh dengan objek lukisan abstrak. Biasanya hanya berbentuk semprotan paduan warna. Berbeda dengan lukisan tema perburuan, sebelum berangkat berburu mereka mengadakan upacara perburuan yaitu ritual melukis binatng yang akan diburu. Mereka percaya apabila binatang yang ingin diburu dilukis dan lukisan itu ditombak maka, kelak akan mendapat binatang buruan seperti binatang yang dilukiskan. Jadi lukisan tema perburuan ini berbentuk realis (persis sama dengan bentuk binatang yang diinginkan). Bila ingin berburu jenis binatang Bison, maka digambarkan bison itu dan ditombak. Ada sebagian para ahli sejarah berpendapat bahwa dalam ritual menombak, lukisan gua itu berkaitan dengan kepercayaan magic, apabila lukisan tersebut ditombak mengeluarkan darah, maka ketika berburu binatang tersebut akan berdarah (didapatkan) sebaliknya apabila meleset ditombak maka akan gagal dalam berburu.
Kebutuhan memakan daging selain umbi-umbian dan buah-buahan melahirkan jenis seni rupa baru yaitu lukisan gua. Demikian juga kebutuhan rohani pemujaan kepada arwah yang terlebih dahulu melahirkan seni lukis gua dalam tema perburuan.
Pada zaman batu pertengahan ini manusia memiliki perkembangan kebutuhan yang meningkat, yaitu kebutuhan rohani kepercayan dan kebutuhan magic, bukan sekedar kebutuhan makan saja, sehingga timbul selain seni rupa yang berupa peralatan sehari-hari, lahir pula seni lukis.
Ketika berburu mereka berlari mengejar binatang buruan di hutan yang penuh dengan rumput ilalang dan ranting pohon, maka acap kali terkena tusukan ilalang dan duri. Bagian kulit yang paling rawan sensitif terkena benda lain adalah kemaluan, maka mereka berusaha melindungi kemaluannya dengan alat sederhana (pakaian sederhana). Kebutuhan bertambah yaitu pakaian, maka lahirlah seni rupa pakaian yang berupa kulit kayu dan kulit binatang sebagai penutup kemaluan, yang berkembang menjadi koteka.
Jadi pada Zaman Mesolitikum itu manusia sudah memiliki 4 kebutuhan yaitu papan (gua), pangan (umbi-umbian,buah-buahan dan daging, pakaian sederhana penutup aurat), dan terakhir kebutuhan rohani (kepercayaan) kepada roh-roh halus dan roh-roh binatang.
Jenis-jenis kebutuhan diatas melatar belakangi lahirnya jenis-jenis seni rupa, yaitu seni kria peralatan sehari-hari untuk mengambil dari berburu, kain pakaian sederhan terbuat dari kulit kayu atau binatang, serta lahirnya seni lukis gua atau (cave painting).
3. Perkembangan Seni Rupa Pada Zaman Batu Muda (Neolitikum)
Pada Zaman Batu Muda ini manusia dituntut untuk mengatasi tantangan hidup yang lebih keras, disebabkan karena semakin berkembangnya populasi manusia dan semakin bersaing dalam mencari makanan. Tantangan persaingan dalam memenuhi kebutuhan maka tumbuh pemikiran baru untuk menciptakan peralatan yang lebih tepat dan lebih efektif . Supaya cepat dalam menombak binatang maka diperlukan tombak yang tajam, maka tombak yang pada awalnya kurang tajam diasah menjadi halus dan tajam.
Lahirlah seni rupa dengan bahan batu yang telah di perbaharui dengan cara diasah sampai runcing yang digunakn sebagai mata tombak, kapak, dan alat pisau pencukil. Seni lukis pada zaman batu muda ini mengalami perkembangan yang pesat. Mereka melukiskan binatang buruan lebih tampak ekspresif, realis dan dinamis. Binatang tampak sedang jalan, lari atau kesakitan terkena mata tombak dapat dilukiskan secara tepat. Tidak seperti pada Zaman Batu Pertengahan dan Batu Muda, lukisan belum ekspresif dan kaku. Dimensi volume pun dalam lukisan mulai tampak sehingga kesan tiga dimensi tercapai (kesan realis lebih menonjol). Lukisan benar-benar mirip dan hidup.
Contoh Lukisan Prasejarah Zaman Batu Tua
Tampak lukisannya kaku, tidak ekspresif, dan tidak mengesankan tiga dimensi (volume).
Contoh Lukisan Zaman Batu Muda
Tampak lebih realis, ekspresif, dan hidup (dinamis), berkesan volume (tiga dimensi menonjol).
4. Perkembangan Seni Rupa Pada Zaman Batu Besar (Megalitikum)
Pada zaman batu besar ini ditandai dengan kebutuhan mereka dalam menggunakan bahan batu sebagai menhir (tugu batu), dolmen (makam batu), tahta batu, sarkofagus, dan patung, dalam ukiran batu yang besar, sehingga dikatakan sebagai zaman batu besar.
Kebutuhan zaman itu lebih meningkat karena adanya tantangan baru. Tantangan pertama yaitu mereka sudah memiliki populasi yang padat, karena pertambahan keturunan, sehingga membutuhkan tempat tinggal yang lebih luas dan lebih banyak, sedangkan gua jumlahnya tetap dan tidak bisa diperlebar. Muncul pemikiran untuk mencari alternatif bentuk tampat tinggal baru yaitu rumah, maka dibangunlah rumah-rumah sederhana, dalam bentuk rumah rakit, rumah pohon dan rumah panggung.
Tantangan akibat bertambahnya populasi anggota keluarga dan penduduk lainnya, maka lama kelamaan persediaan m akan an umbi-umbian dan binatang semakin habis. Untuk mengatasi tantangan tersebut yaitu dengan cara bercocok tanam dan berternak..
Seni rupa yang lahir pada masa tersebut adalah didasari atas kebutuhan kultur kesuburan, yaitu dengan dibuat patung yang ditanam ditengah-tengah kebun agar tanamannya subur. Patung-patung itu menggunakan bahan batu besar, maka disebut Zaman Batu Besar.
Patung kesuburan itu kebanyakan berwujud seorang wanita, sebab wanita dianggap sebagai pengembang keturunan. Lambang-lambang kesuburan yang dimiliki wanita adalah buah dada, pinggul, dan paha. Maka patung yang dibuat lebih menonjolkan bagian tersebut. Lihat contoh gambar patung kesuburan dibawah ini.
(Patung Dewi Kesuburan Venus Willendorf)
Patung diatas menonjolkan seorang wanita gendut (subur) dengan menonjolkan anngota tubuh yang memiliki kesuburan.
Zaman batu besar ini pun didesak kebutuhan kepercayaan terhadap para arwah yang telah berada diatas (langit). Setiap saat mereka memberi berkah kepada yang hidup, dengan jalan turun dari langit melalui tempat-tempat yang tinggi yaitu gunung, dan pohon yang tinggi. Sebagai jalan para roh kedunia maka mereka membuat tiruan pohon atau gunung dengan bahan batu (menhir), mka lahirlah bangunan menhir (tugu batu). Selain itu mereka juga mengadakan komunikasi dengan para roh, untuk dibuat jalan atau tempat, yaitu tahta batu, punden berundak yang dibuat dari batu disusun meninggi, maka lahirlah seni rupa tempat ibadah tersebut. Bangunan seni rupa jenis lain yaitu didasari tuntunan tempat bersemayam setelah mati atau makam, maka dibuatlah makam peti kubur batu.Baik itu menhir, patung, tahta batu, peti kubur batu, semua dibuat dengan bahan batu yang besar, maka zaman tersebut disebut zaman batu besar.
Selain seni yang menggunakan batu besar, lahir pula seni rupa kria tempat saji-sajian, tempat memasak, tempat makan dan minum, yang terbuat dari bahan tanah liat yang dicetak dan dibakar (tembikar).
Perkembangan seni lukis terjadi akibat majunya peralatan melukis, adanya batu yang diasah lebih tajam sehingga memudahkan membuat goresan pada dinding gua yang berkesan halus dan lincah (ritmis).
Teknik ini disebut " engrafing ". Kelebihan teknik engrafing garis-garis yang dibentuk tahan lama dan ritmis sehingga lukisannya tahan lama dan utuh hingga zaman sekarang.
5. Perkembangan Seni Rupa Zaman Logam
Logam yang pertama adalah perunggu maka disebut pula zaman perunggu. Seni rupa lahir pada zaman ini, karena dituntut adanya kebutuhan peralatan yang lebih tajam, lebih modern, dan adanya kebutuhan keindahan, sehingga lahir seni rupa yang berfungsi untuk perhiasan dan peralatan sehari-hari. Seperti senjata, piling, mangkok, perisai, topi, pakaian, dan perhiasan seperti gelang, kalung, keroncong dan benda perhiasan lainnya.
Sejarah baru lahirnya seni yang berfungsi sebagai benda untuk memenuhi kebutuhan, keindahan / ekspresi keindahan, lahir pada zaman perunggu ini. Seni patung pun dengan bahan logam, maka dibuat patung-patung logam.
Pada zaman logam ini perkembangan seni lukis di gua mulai turun, sebab mereka tidak lagi menggunakan ritual perburuan karena mereka tidak butuh berburu. Mereka telah berternak, walaupun kebiasaan berburu itu tetap dilaksanakan. Gua tidak lagi dipakai sebagai tempat tinggal, sebab mereka telah membuat rumah rakit, pohon dan rumah panggung. Mereka mulai hidup disuatu tempat.
Perkembangan seni rupa berdasarkan kebutuhan pada zaman prasejarah di seluruh dunia hampir mengalami tahapan dan jenis seni rupa yang sama, sebab didukung dari dua faktor dasar yaitu faktor psikologi dan faktor alam. Faktor psikologi bahwa manusia pada perkembangan awalnya memiliki jiwa yang sama (kodrati) dan memiliki sifat yang sama, sehingga mereka menciptakan karya seni yang relatif sama. Kedua adalah faktor alam. Alam pertama yang mereka diami masih asli, ada hutan, gua, pohon, gunung, sungai dan bebatuan. Alam ini sebagai media karya seni rupa tahap awal yang relatif seragam. Faktor penting lainnya adalah kesamaan dalam perkembangan jenis kebutuhan. Diseluruh dunia memiliki tahapan tingkat kebutuhan yang relatif sama, sehingga benda seni yang
diciptakan memiliki fungsi yang sama, yaitu sebagai benda untuk mengambil makanan, berburu dan bercocok tanam, benda untuk upacara ritual pemujaan roh, dan benda kesuburan, pakaian, dan perkembangan berikutnya lahir seni untuk memenuhi kebutuhan, keindahan atau ekspresi.
II. PERKEMBANGAN SENI RUPA PADA ZAMAN KLASIK
Perkembangan seni rupa zaman klasik didasari atas berkembangnya kebutuhan dan kepercayaan. Kepercayaan yang hidup pada zaman prasejarah berkembang pesat pada zaman klasik. Kepercayaan awal pemujaan terhadap arwah (roh nenek moyang) berkembang menjadi kepercayaan kepada para dewa.
Kebutuhan sarana ibadah baik bentuk dewa maupun tempat peribadatan menjadi alasan mereka menciptakan karya seni rupa, berupa kuil, candi, vihara, dan patung-patung perwujudan dari dewa dan dewi, serta piramid.
Didorong oleh perkembangan ilmu dan teknologi, serta ditemukannya bahan logam, menjadikan karya-karya mereka mencapai tahap perkembangan yang dapat mencapai puncak (klasik).
Seni rupa pada zaman klasik ini di seluruh dunia hampir mengalaminya, di Yunani, Romawi, Mesir, India, Mesopotamia, dan Indonesia. Perbedaanya hanya terletak pada waktu.
Bisa diambil Seni Klasik di Mesir dengan didasari pada pemujaan terhadap dewa. Fir'aun sebagai raja yang dipercaya turunan dewa, maka setelah meninggal dipatungkan dalam wujud dewa. Pemujaan terhadap Fir'aun setelah mati bukan sekedar dipatungkan, tetapi juga dibuat mummi (mayat yang diawetkan). Mummi ini didasari atas kepercayaan bahwa manusia setelah mati rohnya akan bersemayam melindungi manusia yang hidup asalkan jasadnya diawetkan. Kebutuhan kepercayaan itulah maka dibuat mummi. Karya seni bentuk lain adalah piramid. Piramid adalah tempat makam Fir'aun. Piramid ini merupakan karya klasik dan monumental.
Pada bagian tempat menyimpan mummi, didalam piramid dibuat kamar (cela): Pada Dinding cela ini digambarkan si mati ketika semasa hidupnya dan kendaraan kapal sebagai kendaran roh si mati menuju nirwana. Karya seni rupa yang lahir adalah relief. Di depan piramid dibangun pintu gerbag (pylon) yang diapit oleh dua tugu (obelix), yang terbuat dari batu utuh dengan ketinggian puluhan meter. Dibelakangnya dibuat patung yang berbadan singa berkepala manusia (sphink), yang mengandung makna simbolis.
Piramid, patung, tugu, dan sphink, serta mummi adalah karya seni rupa yang mencapai tahap klasik (puncak) karya seni rupa mesir. Itu semua didasari oleh kebutuhan kepercayaan.
Contoh lain seni rupa klasik yang lahir di Yunani dan Romawi. Karya seni rupa mereka mencapai klasik sebab menciptakan karya-karya yang monumental seperti kuil, patung dewa dewi, dan tempat olahraga olimpiade.
Karya-karya mereka pun lahir didasari oleh kebutuhan kepercayaan kepada para dewa. Dewa-dewa diciptakan dalam bentuk patung manusia yang sempurna dalam bentuk fisik (idial). Lahirlah patung dewa Zeus, Dewa Appolo, Dewa Olahraga, dan dewa - dewa lainnya dalam bentuk patung yang menggunakan bahan batu, logam dan emas. Ketelitian, keuletan, kesungguhan dalam membuat patung sangat telliti dan tinggi, sehingga melahirkan karya-karya patung yang sempurna (klasik).
Selain patung seni rupa yang didasari kepercayaan terhadap dewa ini berupa sarana ibadah atau kuil. Kuil-kuil ini mencapai tahap klasik sebab didukung oleh tiang-tiang yang indah dan dihiasi dengan patung-patung dewa dan relief yang agung. Karena teknik yang tinggi dan kecermatan yang luar biasa, maka terciptalah kuil-kuil yang monumental (klasik).
Seni klasik yang lahir di Indonesia, didasari oleh kepercayaan agama Hindu dan Budha. Ajaran agama Hindu yang percaya kepada para Dewa melahirkan perwujudan dewa-dewa dalam bentuk patung, dewa syiwa, dan brahma. Raja dianggap sebagai turunan dewa, maka raja biasanya dipatungkan dalam wujud dewa. Tempat pemakaman para raja biasanya dibuatkan bangunan candi asal kata dari Candika (Dewa Kematian). Dinding bangunan candi dihias dengan relief yang berisi ajaran agama. Patung, relief dan candi yang dibangun untuk kebutuhan kepercayaan di Indonesia mencapai tahap klasik dan monumental seperti Candi Prambanan, Borobudur dan Penataran
III. PERKEMBANGAN SENI RUPA PADA ZAMAN NASRANI
Lahimya agama kristen yang percaya terhadap Sang Kristus, maka melahirkan kebutuhan baru yaitu sarana beribadah yang berupa bangunan gereja. Gereja-gereja ini banyak dibangun di seluruh penjuru dunia terutama didunia barat (Eropa dan Amerika) banyak seni rupa bentuk bangunan gereja itu sangat kokoh dan agung. Sarana ibadah berupa patung Yesus Kristus, salah satu patung karya zaman Nasrani. Gereja-gereja selain kokoh dan monumental juga dihiasi dengan hiasan yang indah, yang memenuhi dinding dan langit-langit gereja, teknik lukisan kaca dan kaca patri lahir pada zaman Nasrani ini, selain teknik hias marmer berwarna dengan gaya naturalis yang menghiasi bangunan gereja.
IV. PERKEMBANGAN SENI RUPA PADA ZAMAN ISLAM
Lahirnya agama Islam merubah serta memperkaya hasil-hasil seni rupa di dunia. Lahirnya bangunan masjid, menara masjid dan hiasan kaligrafi, sebagai hasil karya seni yang bernafaskan islam.
Kepercayaan agama Islam yang melarang perwujudan makhluk hidup secara realis dalam karya seni melahirkan corak dan gaya seni yang baru, yaitu corak dekoratif, stilasi, dan abstraksi dalam seni Islam. Bangunan mesjid hampir menyebar ke seluruh penjuru dunia baik di Timur Tengah, Eropa (Spanyol), dan negara-negara Asia.
Kemajuan seni lukis dan permadani, serta seni miniatur yang bergaya dekoratif berkembang pesat, motif-motif geometris, arabeska, motif awan, flora dan fauna yang di nilai sebagai sumbangan seni Islam yang hidup hingga sekarang. Seni miniatur yang menghiasi benda-benda peralatan sehari-hari. Kitab Al-Qur'an dan sarana ibadah berkembang pesat.
V. PERKEMBANGAN SENI RUPA PADA ZAMAN MODERN
Tingkat kebutuhan zaman modern ini semakin kompleks, sehingga karya seni rupa yang diciptakan pada zaman modern pun berkembang pesat dan kompleks, seiring berkembangnya tingkat kebutuhan.
Berkembangnya jenis-jenis kebutuhan, baik kebutuhan lahir dan batin dan kebutuhan dasar (sandang, pangan, papan), maupun kebutuhan kepercayaan berkembang ke tingkat kebutuhan lainnya, seperti hiburan wisata, ekspresi kemewahan dan tingkat kebutuhan tinggi lainnya. Pesatnya tingkat kebutuhan berkembang maka seni rupa yang diciptakan bukan hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan primer, tetapi seni rupa menjadi prestisius dan elit.
Seni berkembang menjadi 2 cabang utama, yaitu seni pakai dan seni murni. Seni pakai adalah jenis seni yang diciptakan untuk menghias atau memperindah benda-benda pakai mulai dari hiasan pada benda-benda pakai sehari-hari, peralatan makan dan minum, kendaraan, hiasan taman, hotel, istana, gedung-gedung, patung-patung hiasan jalan, pakaian serta senjata dan benda-benda pakai lainnya. Seni murni adalah seni rupa yang diciptakan untuk memenuhi kebutuhan ekspresi tanpa ada titipan kebutuhan lainnya seperti lukisan, kria, dan patung yang berfungsi sebagai ekspresi si seniman.
Perkembangan ilmu dan teknologi modern dan ditemukannya teknologi dan bahan baru seperti kertas, kanvas, kain, cat minyak dan berbagai jenis tinta dan pewarna, ikut mendorong pesat dan kayanya perkembangan seni rupa.
Kebutuhan di era informasi dan globalisasi ini, maka seni rupa sebagai ilustrasi dan media komunikasi dalam media cetak dan televisi, dan ilustrasi produk dan promosi, periklanan dalam dunia bisnis.
Tumbuhnya tingkat kebutuhan untuk prestisius, maka seni lukis murni, fotografi dan seni gratis serta seni patung merupakankebutuhan kemewahan.
Kebutuhan rumah dan tempat tinggal bukan hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan primer semata tetapi menjadi kebutuhan kemewahan, sehingga lahir rumah-rumah penduduk kaum borjuis, pejabat negara dan birokrat yang sangat mewah, gedung- gedung bisnis, hotel dan mall menjamur di kota - kota besar sebagai karya seni rupa modern.
Kebutuhan transportasi darat, laut, udara, dan informasi global melalui internet, serta menjamurnya media cetak, ikut memperkaya jenis-jenis seni rupa modern.
KESlMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Bahwa seni rupa itu lahir sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan manusia. Semakin meningkat dan berkembangnya kebutuhan , semakin tumbuh dan berkembang pula seni rupa yang diciptakan.
Timbulnya tantangan baru melahirkan gagasan dan kebutuhan baru maka lahirlah jenis seni rupa yang baru pula.
Kebutuhan manusia dari zaman ke zaman selalu berubah dan berkembang, demikian juga tentang seni, berkembang seiring perkembangan kebutuhan manusia. Perkembangan ilmu dan teknologi mempengaruhi perkembangan dalam bidang seni rupa.
Saran
Tulisan ini hanya membahas secara umum tentang perkembangan seni ditinjau secara dari tingkat kebutuhan manusia, dari zaman ke zaman, dari zaman prasejarah ke zaman modern."
Bagi para ahli dan pakar sejarah seni rupa tulisan ini sebagai ide awal untuk meneliti seni rupa ditinjau dari sudut lainnya.
Bagi para pembaca secara umum tulisan ini, dapat sebagai masukan pengetahuan baru tentang seni rupa, yang ternyata sangat luas dan kompleks, seluas dan sekompleks tuntutan kebutuhan manusia yang berkembang dari zaman ke zaman, jadi seni rupa pun selalu berkembang seiring perkembangan zaman.
DAFTAR PUSTAKA
Cooman, Mikhail, 1978, Manusia Daya, Dahulu, Sekarang, Masa Depan, Gramedia, Jakarta.
David. M, Robb, J. J Garrison, 1963, Art In The Western World, Harper & Row
Publisher, New York. Damais, Louis Charles, 1995, Epigrqfi dan Sejarah Nusantara,
Epeo, Jakarta.
Diekie, George, 197'1, Aestheties An Introduction, Indianapolis, Pegasus.
Josephus Jitta, Dr.A.N. Zadoks, 1967, Antieke Culture, in Beeld, Bussum.
John Mausbridge, 1967, Graphic History of Architecture, B.T.B atsford LTD, London. Klokke, Marijke, 1983, The Tantri Reliefsof Ancient Javanese,
Candi, Kitev Press, Cambridge. Kusnadi, 1978, Seni Rupa Indonesia dan Pembinaannya, Proyek
Pembinaan Kesenian, Depdikbud, Jakarta. Lombard, Denys, 1996, Nusa Jawa : Silang Budaya : Kajian Sejarah Terpadu Bagian I,
Jakarta, Gramedia Pustaka Utama. Mulyono, Sri, 1989, Wayang : Asal-Usul Filsafat dan Masa Depannya, Indayu Press
PT, Jakarta.
Read Herbert, 1972, The Meanig of Art, London, Faber & Faber. Soekmono.R, 1973, Sejarah Kebudayaan Indonesia, Jilid 1,2 dan 3, Yayasan Kanisus, Jakarta.
Soemardjo, Jakob, 1997, Memahami Seni Hand Book, Mata Kuliah Filsafat Seni, Prasejarah ITB.
Sumalyo, Yulianto, 2000, Arsitektur Mesjid dan Monumen Sejarah Muslim, Gajah
Mada Universitity Press. Tabrani, Primoko, Dr, 2000, Bahan Rupa Gambar, Makalah, Seminar FSRD, ITB. Yudoseputro, Wiyoso, 1993, Pengantar Wawasan Seni Budaya, Depdikbud, Jakarta. Yudoseputro, Wiyoso, 1993, Seni Rupa Klasik : Perjalanan Seni Rupa Indonesia dari
Masa Prasejarah Hingga Masa Kini, Panitia Pameran Kias Bandung.
BIODATA
Taswadi, lahir di Jatibarang Kab-Brebes Jawa Tengah pada tanggal 11 Januari 1965. Pendidikan S-2 Seni Murni ITB, Bekerja sebagai Dosen di Jurusan Pendidikan Seni Rupa FPBS-UPI Bandung. Keahlian sebagai Pendidik, Peneliti, Pematung, Kriawan, Pelukis.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls